Nama : Farah Salsabilah Batara
NPM : 12212760
Kelas : 2EA09
Perkembangan Koperasi
Di Indonesia pengenalan koperasi memang dilakukan oleh dorongan
pemerintah, bahkan sejak pemerintahan penjajahan Belanda telah mulai
diperkenalkan. Gerakan koperasi sendiri mendeklarasikan sebagai suatu gerakan
sudah dimulai sejak tanggal 12 Juli 1947 melalui Kongres Koperasi di
Tasikmalaya. Pengalaman di tanah air kita lebih unik karena koperasi yang
pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di jaman penjajahan, kemudian
setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat tinggi
dalam penjelasan undang-undang dasar. Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan
berbagai penafsiran bagaimana harus mengembangkan koperasi. Paling tidak dengan
dasar yang kuat tersebut sejarah perkembangan koperasi di Indonesia telah
mencatat tiga pola pengembangan koperasi. Secara khusus pemerintah memerankan
fungsi “regulatory” dan “development” secara sekaligus (Shankar 2002). Ciri
utama perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan pola penitipan kepada
program yaitu : (i) Program pembangunan secara sektoral seperti koperasi
pertanian, koperasi desa, KUD; (ii) Lembaga-lembaga pemerintah dalam koperasi
pegawai negeri dan koperasi fungsional lainnya; dan (iii) Perusahaan baik milik
negara maupun swasta dalam koperasi karyawan. Sebagai akibatnya prakarsa
masyarakat luas kurang berkembang dan kalau ada tidak diberikan tempat
semestinya.
Selama ini “koperasi” di¬kem¬bangkan dengan dukungan pemerintah
dengan basis sektor-sektor primer dan distribusi yang memberikan lapangan kerja
terbesar ba¬gi penduduk Indonesia. Sebagai contoh sebagian besar KUD sebagai
koperasi program di sektor pertanian didukung dengan program pem¬bangunan untuk
membangun KUD. Disisi lain pemerintah memanfaatkan KUD untuk mendukung program
pembangunan pertanian untuk swasembada beras seperti yang se¬lama PJP I,
menjadi ciri yang menonjol dalam politik pem-bangunan koperasi. Bahkan koperasi
secara eksplisit ditugasi melanjutkan program yang kurang berhasil ditangani
langsung oleh pemerintah bahkan bank pemerintah, seperti penyaluran kredit
BIMAS menjadi KUT, pola pengadaan beras pemerintah, TRI dan lain-lain sampai
pada penciptaan monopoli baru (cengkeh). Sehingga nasib koperasi harus memikul
beban kegagalan program, sementara koperasi yang berswadaya praktis tersisihkan
dari perhatian berbagai kalangan termasuk para peneliti dan media masa. Dalam
pandangan pengamatan internasional Indonesia mengikuti lazimnya pemerintah di
Asia yang melibatkan koperasi secara terbatas seperti disektor pertanian
(Sharma, 1992).
Pengalaman Umum Kemajuan Koperasi : Mencari Determinan
Sejarah kelahiran koperasi di dunia yang melahirkan model-model
keberhasilan umumnya berangkat dari tiga kutub besar, yaitu konsumen seperti di
Inggris, kredit seperti yang terjadi di Perancis dan Belanda kemudian produsen
yang berkembang pesat di daratan Amerika maupun di Eropa juga cukup maju. Namun
ketika koperasi-koperasi tersebut akhirnya mencapai kemajuan dapat dijelaskan
bahwa pendapatan anggota yang digambarkan oleh masyarakat pada umumnya telah
melewati garis kemiskinan. Contoh pada saat Revolusi Industri
pendapatan/anggota di Inggris sudah berada pada sekitar US$ 500,- atau di
Denmark pada saat revolusi pendidikan dimulai pendapatan per kapita di Denmark
berada pada kisaran US$ 350,-. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya dukungan
belanja rumah tangga baik sebagai produsen maupun sebagai konsumen mampu
menunjang kelayakan bisnis perusahaan koperasi. Pada akhirnya penjumlahan
keseluruhan transaksi para anggota harus menghasilkan suatu volume penjualan
yang mampu mendapatkan penerimaan koperasi yang layak dimana hal ini ditentukan
oleh rata-rata tingkat pendapatan atau skala kegiatan ekonomi anggota.
Syarat 1 : “Skala usaha koperasi harus layak secara ekonomi”.
Syarat 1 : “Skala usaha koperasi harus layak secara ekonomi”.
Didaratan Eropa koperasi tumbuh melalui koperasi kredit dan
koperasi konsumen yang kuat hingga disegani oleh berbagai kekuatan. Bahkan 2
(dua) bank terbesar di Eropa milik koperasi yakni “Credit Agricole” di
Perancis, RABO-Bank di Netherlands Nurinchukin bank di Jepang dan lain-lain.
Disamping itu hampir di setiap negara menunjukkan adanya koperasi kredit yang
kuat seperti Credit Union di Amerika Utara dan lain-lain. Kredit sebagai
kebutuhan universal bagi umat manusia terlepas dari kedudukannya sebagai
produsen maupun konsumen dan penerima penghasilan tetap atau bukan adalah
“potensial customer-member” dari koperasi kredit.
Syarat 2 : “Harus memiliki cakupan kegiatan yang menjangkau kebutuhan masyarakat luas, kredit (simpan-pinjam) dapat menjadi platform dasar menumbuhkan koperasi”.
Syarat 2 : “Harus memiliki cakupan kegiatan yang menjangkau kebutuhan masyarakat luas, kredit (simpan-pinjam) dapat menjadi platform dasar menumbuhkan koperasi”.
Di manapun baik di negara berkembang maupun di negara maju kita
selalu disuguhkan contoh koperasi yang berhasil, namun ada kesamaan universal
yaitu koperasi peternak sapi perah dan koperasi produsen susu, selalu menjadi
contoh sukses dimana-mana. Secara spesial terdapat contoh yang lain seperti
produsen gandum di daratan Australia, produsen kedele di Amerika Utara dan
Selatan hingga petani tebu di India yang menyamai kartel produsen. Keberhasilan
universal koperasi produsen susu, baik besar maupun kecil, di negara maju dan
berkembang nampaknya terletak pada keserasian struktur pasar dengan kehadiran
koperasi, dengan demikian koperasi terbukti merupakan kerjasama pasar yang
tangguh untuk menghadapi ketidakadilan pasar. Corak ketergantungan yang tinggi
kegiatan produksi yang teratur dan kontinyu menjadikan hubungan antara anggota
dan koperasi sangat kukuh.
Syarat 3 : “Posisi koperasi produsen yang menghadapi dilema
bilateral monopoli menjadi akar memperkuat posisi tawar koperasi”.
Di negara berkembang, termasuk Indonesia, transparansi struktural
tidak berjalan seperti yang dialami oleh negara industri di Barat, upah buruh
di pedesaan secara rill telah naik ketika pengangguran meluas sehingga terjadi
Lompatan ke sektor jasa terutama sektor usaha mikro dan informal (Oshima,
1982). Oleh karena itu kita memiliki kelompok penyedia jasa terutama disektor
perdagangan seperti warung dan pedagang pasar yang jumlahnya mencapai lebih
dari 6 juta unit dan setiap hari memerlukan barang dagangan. Potensi sektor ini
cukup besar, tetapi belum ada referensi dari pengalaman dunia. Koperasi yang
berhasil di bidang ritel di dunia adalah sistem pengadaan dan distribusi barang
terutama di negara-negara berkembang “user” atau anggotanya adalah para
pedagang kecil sehingga model ini harus dikembangkan sendiri oleh negara
berkembang.
Koperasi selain sebagai organisasi ekonomi juga merupakan
organisasi pendidikan dan pada awalnya koperasi maju ditopang oleh tingkat
pendidikan anggota yang memudahkan lahirnya kesadaran dan tanggung jawab
bersama dalam sistem demokrasi dan tumbuhnya kontrol sosial yang menjadi syarat
berlangsungnya pengawasan oleh anggota koperasi. Oleh karena itu kemajuan
koperasi juga didasari oleh tingkat perkembangan pendidikan dari masyarakat
dimana diperlukan koperasi. Pada saat ini masalah pendidikan bukan lagi
hambatan karena rata-rata pendidikan penduduk dimana telah meningkat. Bahkan
teknologi informasi telah turut mendidik masyarakat, meskipun juga ada dampak
negatifnya.
Syarat 4 : “Pendidikan dan peningkatan teknologi menjadi kunci untuk meningkatkan kekuatan koperasi (pengembangan SDM)”.
Syarat 4 : “Pendidikan dan peningkatan teknologi menjadi kunci untuk meningkatkan kekuatan koperasi (pengembangan SDM)”.
Potret Koperasi Indonesia
Sampai dengan bulan November 2001, jumlah koperasi di seluruh
Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak
26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember
1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga
mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif
per-November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14 persen). Corak koperasi
Indonesia adalah koperasi dengan skala sangat kecil. Satu catatan yang perlu di
ingat reformasi yang ditandai dengan pencabutan Inpres 4/1984 tentang KUD telah
melahirkan gairah masyarakat untuk mengorganisasi kegiatan ekonomi yang melalui
koperasi.
Secara historis pengembangan koperasi di Indonesia yang telah
digerakan melalui dukungan kuat program pemerintah yang telah dijalankan dalam
waktu lama, dan tidak mudah ke luar dari kungkungan pengalaman ter¬sebut. Jika
semula ketergantungan terhadap captive market program menjadi sumber
pertumbuhan, maka pergeseran ke arah peran swasta menjadi tantangan baru bagi
lahirnya pesaing-pesaing usaha terutama KUD. Meskipun KUD harus berjuang untuk
menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi, namun sumbangan terbesar KUD adalah
keberhasilan peningkatan produksi pertanian terutama pangan (Anne Both, 1990),
disamping sumbangan dalam melahirkan kader wirausaha karena telah menikmati
latihan dengan mengurus dan mengelola KUD (Revolusi penggilingan kecil dan
wirausahawan pribumi di desa).
Jika melihat posisi koperasi pada hari ini sebenarnya masih cukup
besar harapan kita kepada koperasi. Memasuki tahun 2000 posisi koperasi
Indonesia pada dasarnya justru didominasi oleh koperasi kredit yang menguasai
antara 55-60 persen dari keseluruhan aset koperasi. Sementara itu dilihat dari
populasi koperasi yang terkait dengan program pemerintah hanya sekitar 25% dari
populasi koperasi atau sekitar 35% dari populasi koperasi aktif. Pada
akhir-akhir ini posisi koperasi dalam pasar perkreditan mikro menempati tempat
kedua setelah BRI-unit desa sebesar 46% dari KSP/USP dengan pangsa sekitar 31%.
Dengan demikian walaupun program pemerintah cukup gencar dan menimbulkan
distorsi pada pertumbuhan kemandirian koperasi, tetapi hanya menyentuh sebagian
dari populasi koperasi yang ada. Sehingga pada dasarnya masih besar elemen
untuk tumbuhnya kemandirian koperasi.
Mengenai jumlah koperasi yang meningkat dua kali lipat dalam waktu
3 tahun 1998 –2001, pada dasarnya tumbuh sebagai tanggapan terhadap dibukanya
secara luas pendirian koperasi dengan pencabutan Inpres 4/1984 dan lahirnya
Inpres 18/1998. Sehingga orang bebas mendirikan koperasi pada basis
pengembangan dan pada saat ini sudah lebih dari 35 basis pengorganisasian
koperasi. Kesulitannya pengorganisasian koperasi tidak lagi taat pada
penjenisan koperasi sesuai prinsip dasar pendirian koperasi atau insentif
terhadap koperasi. Keadaan ini menimbulkan kesulitan pada pengembangan aliansi
bisnis maupun pengembangan usaha koperasi kearah penyatuan vertical maupun
horizontal. Oleh karena itu jenjang pengorganisasian yang lebih tinggi harus
mendorong kembalinya pola spesialisasi koperasi. Di dunia masih tetap
mendasarkan tiga varian jenis koperasi yaitu konsumen, produsen dan kredit
serta akhir-akhir ini berkembang jasa lainnya.
Struktur organisasi koperasi Indonesia mirip organisasi pemerintah/lembaga kemasyarakatan yang terstruktur dari primer sampai tingkat nasional. Hal ini telah menunjukkan kurang efektif nya peran organisasi sekunder dalam membantu koperasi primer. Tidak jarang menjadi instrumen eksploitasi sumberdaya dari daerah pengumpulan. Fenomena ini dimasa datang harus diubah karena adanya perubahan orientasi bisnis yang berkembang dengan globalisasi. Untuk mengubah arah ini hanya mampu dilakukan bila penataan mulai diletakkan pada daerah otonom.
Struktur organisasi koperasi Indonesia mirip organisasi pemerintah/lembaga kemasyarakatan yang terstruktur dari primer sampai tingkat nasional. Hal ini telah menunjukkan kurang efektif nya peran organisasi sekunder dalam membantu koperasi primer. Tidak jarang menjadi instrumen eksploitasi sumberdaya dari daerah pengumpulan. Fenomena ini dimasa datang harus diubah karena adanya perubahan orientasi bisnis yang berkembang dengan globalisasi. Untuk mengubah arah ini hanya mampu dilakukan bila penataan mulai diletakkan pada daerah otonom.
Koperasi Dalam Era Otonomi Daerah
Implementasi undang-undang otonomi daerah, akan mem¬berikan dampak
positif bagi koperasi dalam hal alokasi sum¬ber daya alam dan pelayanan
pembinaan lainnya. Namun kope¬rasi akan semakin menghadapi masalah yang lebih
intensif de¬ngan pemerintah daerah dalam bentuk penempatan lokasi inves¬tasi
dan skala kegiatan koperasi. Karena azas efisiensi akan mendesak koperasi untuk
membangun jaringan yang luas dan mungkin melampaui batas daerah otonom. Peranan
advo¬kasi oleh gerakan koperasi untuk memberikan orientasi kepa¬da pemerintah
di daerah semakin penting. Dengan demikian peranan pemerintah di tingkat
propinsi yang diserahi tugas untuk pengembangan koperasi harus mampu
menjalankan fung¬si intermediasi semacam ini. Mungkin juga dalam hal lain yang
berkaitan dengan pemanfaatan infrastruktur daerah yang semula menjadi
kewenangan pusat.
Peranan pengembangan sistem lembaga keuangan koperasi di tingkat
Kabupaten / Kota sebagai daerah otonom menjadi sangat penting. Lembaga keuangan
koperasi yang kokoh di daerah otonom akan dapat menjangkau lapisan bawah dari
ekonomi rakyat. Disamping itu juga akan mampu berperan menahan arus keluar sumber
keuangan daerah. Berbagai studi menunjukan bahwa lembaga keuangan yang berbasis
daerah akan lebih mampu menahan arus kapital keluar, sementara sistem perbankan
yang sentralistik mendorong pengawasan modal dari secara tidak sehat.
Dukungan yang diperlukan bagi koperasi untuk mengha¬dapi berbagai
rasionalisasi adalah keberadaan lembaga jaminan kre¬dit bagi koperasi dan usaha
kecil di daerah. Dengan demi-kian kehadiran lembaga jaminan akan menjadi elemen
terpenting untuk percepatan perkembangan koperasi di dae¬rah. Lembaga jaminan
kredit yang dapat dikembangkan Pemerintah Daerah dalam bentuk patungan dengan
stockholder yang luas. Hal ini akan dapat mendesentralisasi pengem¬bangan
ekonomi rakyat dan dalam jangka panjang akan me-num¬buhkan kemandirian daerah
untuk mengarahkan aliran uang di masing-masing daerah. Dalam jangka menengah
kope¬rasi juga perlu memikirkan asuransi bagi para penabung.
Potensi koperasi pada saat ini sudah mampu untuk memulai gerakan
koperasi yang otonom, namun fokus bisnis koperasi harus diarahkan pada ciri
universalitas kebutuhan yang tinggi seperti jasa keuangan, pelayanan
infrastruktur serta pembelian bersama. Dengan otonomi selain peluang untuk
memanfaatkan potensi setempat juga terdapat potensi benturan yang harus
diselesaikan di tingkat daerah. Dalam hal ini konsolidasi potensi keuangan,
pengem¬bangan jaringan informasi serta pengembangan pusat inovasi dan teknologi
merupakan kebutuhan pendukung untuk kuat¬nya kehadiran koperasi. Pemerintah di
daerah dapat mendo¬rong pengem¬bang¬an lembaga penjamin kredit di daerah.
Pemusatan koperasi di bidang jasa keuangan sangat tepat untuk
dilakukan pada tingkat kabupaten/kota atau “kabupaten dan kota” agar menjaga
arus dana menjadi lebih seimbang dan memperhatikan kepentingan daerah
(masyarakat setempat). Fungsi pusat koperasi jasa keuangan ini selain menjaga
likuiditas juga dapat memainkan peran pengawasan dan perbaikan manajemen hingga
pengembangan sistem asuransi tabungan yang dapat diintegrasikan dalam sistem
asuransi secara nasional.
1. Kendala yang dihadapi
masyarakat dalam mengembangkan koperasi di Negara berkembangadalah sebagai
berikut :
a) Sering koperasi, hanya
dianggap sebagai organisasi swadaya yang otonom partisipatif dan demokratis
dari rakyat kecil (kelas bawah) seperti petani, pengrajin, pedagang dan
pekerja/buruh
b) Disamping itu ada berbagai
pendapat yang berbeda dan diskusi-diskusi yang controversial mengenai
keberhasilan dan kegagalan seta dampak koperasi terhadapa proses pembangunan
ekonomi social di negara-negara dunia ketiga (sedang berkembang) merupakan
alas an yang mendesak untuk mengadakan perbaikan tatacara evaluasi atas organisasi-organisasi
swadaya koperasi.
c) Kriteria ( tolok ukur) yang
dipergunakan untuk mengevaluasi koperasi seperti perkembangan anggota, dan
hasil penjualan koperasi kepada anggota, pangsa pasar penjualan koperasi, modal
penyertaan para anggota, cadangan SHU, rabat dan sebagainya, telah dan masih
sering digunakan sebagai indikator mengenai efisiensi koperasi.
2. Konsepsi mengenai sponsor
pemerintah dalam perkembangan koperasi yang otonom dalam bentuk model tiga
tahap.
a) Tahap pertama : Offisialisasi
Mendukung perintisan pembentukan Organisasi Koperasi.
Tujuan utama selama tahap ini adalah merintis pembentukan koperasi dari
perusahaan koperasi, menurut ukuran, struktur dan kemampuan manajemennya,cukup
mampu melayani kepentingan para anggotanya secara efisien dengan menawarkan
barang dan jasa yang sesuai dengan tujuan dan kebutuhannya dengan harapan agar
dalam jangka panjang mampu dipenuhi sendiri oleh organisasi koperasi yang
otonom.
Terdapat 2 jenis kebijakan dan program yang berkaitan dengan
pengkoperasian yaitu :
I.
Kebijakan dan program pendukung yang diarahkan
pada perintisan dan pembentukan organisasi koperasi, kebijakan dan program ini
dapat dibedakan pula, atas kebijakan dan program khusus misalnya untuk :
- Membangkitkan motivasi,
mendidik dan melatih para anggota dan para anggota pengurus kelompok koperasi.
- Membentuk perusahaan koperasi
( termasuk latihan bagi para manager dan karyawan)
- Menciptakan struktur
organisasi koperasi primer yang memadai ( termasuk sistem kontribusi dan
insentif, serta pengaturan distribusi potensi yang tersedia) dan,
- Membangun sistem keterpaduan
antar lembaga koperasi sekunder dan tersier yang memadai.
II. II. Kebijakan dan program diarahkan untuk
mendukung perekonomian para anggota, masing-masing, dan yang dilaksanakan melalui
koperasi terutama perusahaan koperasi yang berperan seperti
organisasi-organisasi pembangunan lainnya.
b) Tahap kedua : De
Offisialisasi
Melepaskan koperasi dari ketergantungannya pada sponsor dan pengawasan
teknis, Manajemen dan keuangan secara langsung dari organisasi yand
dikendalikan oleh Negara.
Tujuan utama dari tahap ini adalah mendukung perkembangan sendiri
koperasi ketingkat kemandirian dan otonomi .artinya, bantuan, bimbingan dan
pengawasan atau pengendalian langsung harus dikurangi.
Kelemahan-kelemahan dalam penerapan kebijakan dan program yang
mensponsori pengembangan koperasi.
1) Untuk membangkitkan motivasi
para petani agar menjadi anggota koperasi desa, ditumbuhkan harapan-harapan
yang tidak realistis pada kerjasama dalam koperasi bagi para anggota dan
diberikan janji-janji mengenai perlakuan istimewa melalui pemberian bantuan
pemerintah.
2) Selama proses pembentukan
koperasi persyaratan dan kriteria yang yang mendasari pembentukan
kelompok-kelompok koperasi yang kuatdan, efisien, dan perusahaan koperasi yang
mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya secara otonom, tidak mendapat
pertimbangan yang cukup.
3) Karena alas an-alasan
administrative, kegiatan pemerintah seringkali dipusatkan pada pembentukan
perusahaan koperasi, dan mengabaikan penyuluhan, pendidikan dan latihan para
naggota, anggota pengurus dan manajer yang dinamis, dan terutama mengabaikan
pula strategi-strategi yang mendukung perkembangan sendiri atas dasar
keikutsertaan anggota koperasi.
4) Koperasi telah dibebani
dengan tugas-tugas untuk menyediakan berbagai jenis jasa bagi para anggotanya
(misalnya kredit), sekalipun langkah-langkah yang diperlukan dan bersifat
melengkapi belum dilakukan oleh badan pemerintah yang bersangkutan (misalnya penyuluhan)
5) Koperasi telah diserahi
tugas, atau ditugaskan untuk menangani program pemerintah, walaupun perusahaan
koperasi tersebut belum memiliki kemampuan yang diperlukan bagi keberhasilan
pelaksanaan tugas dan program itu
6) Tujuan dan kegiatan
perusahaan koperasi (yang secara administratif dipengaruhi oleh instansi dan
pegawai pemerintah) tidak cukup mempertimbangkan, atau bahkan bertentangan
dengan, kepentingan dan kebutuhan subyektif yang mendesak, dan tujuan-tujuan
yang berorientasi pada pembangunan para individu dan kelompok anggota.
Bagaimana cara agar koperasi dapat
maju dan berkembang di negara berkembang?
1. Menghimpun Kekuatan Ekonomi
dan Kekuatan Politis
Kebijaksanaan ekonomi makro cenderung tetap memberikan
kesempatan lebih luas kepada usaha skala besar. Paradigma yang masih digunakan
hingga saat ini menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi yang ditopang oleh
usaha skala besar dengan asumsi bahwa usaha tersebut akan menciptakan efek
menetes ke bawah. Namun yang dihasilkan bukanlah kesejahteraan rakyat banyak
melainkan keserakahan yang melahirkan kesenjangan. Dalam pembangunan,
pertumbuhan memang perlu, tetapi pencapaian pertumbuhan ini hendaknya melalui
pemerataan yang berkeadilan.
2. Menerapkan Sistem GCG
Koperasi perlu mencontoh implementasi good corporate
governance(GCG) yang telah diterapkan pada perusahaan-perusahaan yang berbadan
hukum perseroan. Implementasi GCG dalam beberapa hal dapat diimplementasikan
pada koperasi. Untuk itu, regulator, dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM
perlu memperkenalkan secara maksimal suatu konsep good cooperative governance
(disingkat juga dengan GCG) atau tatakelola koperasi yang baik.
3. Meningkatkan Daya Jual Koperasi dan Melakukan
Sarana Promosi
Untuk meningkatkan daya jual koperasi, yang akan saya lakukan adalah membuat koperasi lebih bagus lagi. Membuat koperasi agar terlihat menarik supaya masyarakat tertarik ntuk membeli di koperasi mungkin dengan cara mengecat dinding koperasi dengan warna-warna yang indah, menyediakan AC, ruangan tertata dengan rapi dan menyediakan pelayanan yang baik sehingga masyarakat puas.
Dan tidak hanya itu, koperasi pun memerlukan sarana promosi untuk mengekspose kegiatan usahanya agar dapat diketahui oleh masyarakat umum seperti badan usaha lainnya salah satu caranya dengan menyebarkan brosur dan membuat spanduk agar masyarakat mengetahuinya. Dengan cara ini diharapkan dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya di koperasi.
Untuk meningkatkan daya jual koperasi, yang akan saya lakukan adalah membuat koperasi lebih bagus lagi. Membuat koperasi agar terlihat menarik supaya masyarakat tertarik ntuk membeli di koperasi mungkin dengan cara mengecat dinding koperasi dengan warna-warna yang indah, menyediakan AC, ruangan tertata dengan rapi dan menyediakan pelayanan yang baik sehingga masyarakat puas.
Dan tidak hanya itu, koperasi pun memerlukan sarana promosi untuk mengekspose kegiatan usahanya agar dapat diketahui oleh masyarakat umum seperti badan usaha lainnya salah satu caranya dengan menyebarkan brosur dan membuat spanduk agar masyarakat mengetahuinya. Dengan cara ini diharapkan dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya di koperasi.
4. Penggunaan Kriteria Identitas
Penggunaan prinsip identitas untuk mengidentifikasi
koperasi adalah suatu hal yang agak baru, dengan demikian banyak koperasiwan
yang belum mengenalnya dan masih saja berpaut pada pendekatan-pendekatan
esensialis maupun hukum yang lebih dahulu, yang membuatnya sulit atau bahkan
tidak mungkin untuk membedakan suatu koperasi dari unit-unit usaha lainnya
seperti kemitraan, perusahaan saham atau di Indonesia dikenal dengan Perseroan
Terbatas (PT). Dengan menggunakan kriteria identitas, kita akan mampu
memadukan pandangan-pandangan baru dan perkembangan-perkembangan muktahir dalam
teori perusahaan ke dalam ilmu koperasi.
5. Merubah Kebijakan Pelembagaan Koperasi
Dalam kehidupan sosial-ekonomi masyarakat kebijakan
pelembagaan koperasi dilakukan degan pola penitipan, yaitu dengan menitipkan
koperasi pada dua kekuatan ekonomi lainnya. Oleh sebab itu saya akan merubah
kebijakan tersebut agar koperasi dapat tumbuh secara normal layaknya sebuah
organisasi ekonomi yang kreatif, mandiri, dan independen.
6. Merekrut Anggota yang Berkompeten
6. Merekrut Anggota yang Berkompeten
Saya akan membuat koperasi lebih menarik sehingga
tidak kalah dengan badan usaha lainnya. Dimulai dari keanggotaan koperasi itu
sendiri, pertama saya akan merekrut anggota yang berkompeten dalam bidangnya.
Tidak hanya orang yang sekedar mau menjadi anggota melainkan orang-orang yang
memiliki kemampuan dalam pengelolaan dan pengembangan koperasi. Contohnya
dengan mencari pemimpin yang dapat memimpin dengan baik, kemudian pengelolaan
dipegang oleh orang yang berkompeten dalam bidangnya masing-masing. Serta perlu
dibuat pelatihan bagi pengurus koperasi yang belum berpengalaman.
7. Membenahi Kondisi Internal Koperasi
Praktik-praktik operasional yang tidak tidak efisien,
mengandung kelemahan perlu dibenahi. Dominasi pengurus yang berlebihan dan
tidak sesuai dengan proporsinya perlu dibatasi dengan adanya peraturan yang
menutup celah penyimpangan koperasi. Penyimpangan-penyimpangan yang rawan dilakukan
adalah pemanfaatan kepentingan koperasi untuk kepentingan pribadi, penyimpangan
pengelolaan dana, maupun praktik-praktik KKN.
8. Memperbaiki Koperasi Secara Menyeluruh
Kementerian Koperasi dan UKM perlu menyiapkan blue
print pengelolaan koperasi secara efektif. Blue print koperasi ini nantinya
diharapkan akan menjadi panduan bagi seluruh koperasi Indonesia dalam
menjalankan kegiatan operasinya secara profesional, efektif dan efisien. Selain
itu diperlukan upaya serius untuk mendiseminasikan dan mensosialisasikan GCG
koperasi dalam format gerakan nasional berkoperasi secara berkesinambungan
kepada warga masyarakat, baik melalui media pendidikan, media massa, maupun
media yang lainnya yang diharapkan akan semakin memajukan perkoperasian
Indonesia.
9. Meningkatkan Imej Koperasi
Imej koperasi sebagai ekonomi kelas dua masih tertanam
dalam benak orang – orang Indonesia sehingga, menjadi sedikit penghambat dalam
pengembangan koperasi menjadi unit ekonomi yang lebih besar ,maju dan punya
daya saing dengan perusahaan – perusahaan besar.
10. Memberi Kesadaran Pentingnya Koperasi di
Masyarakat
Perkembangan koperasi di Indonesia yang dimulai dari
atas (bottom up) tetapi dari atas (top down), artinya koperasi berkembang di
indonesia bukan dari kesadaran masyarakat, tetapi muncul dari dukungan
pemerintah yang disosialisasikan ke bawah. Berbeda dengan yang di luar negeri,
koperasi terbentuk karena adanya kesadaran masyarakat untuk saling membantu
memenuhi kebutuhan dan mensejahterakan yang merupakan tujuan koperasi itu
sendiri, sehingga pemerintah tinggal menjadi pendukung dan pelindung saja. Di
Indonesia, pemerintah bekerja double selain mendukung juga harus
mensosialisasikanya dulu ke bawah sehingga rakyat menjadi mengerti akan manfaat
dan tujuan dari koperasi.
11. Mensosialisasikan Koperasi di Masyarakat
Tingkat partisipasi anggota koperasi masih rendah, ini
disebabkan sosialisasi yang belum optimal. Masyarakat yang menjadi anggota
hanya sebatas tahu koperasi itu hanya untuk melayani konsumen seperti biasa,
baik untuk barang konsumsi atau pinjaman. Artinya masyarakat belum tahu esensi
dari koperasi itu sendiri, baik dari sistem permodalan maupun sistem
kepemilikanya. Mereka belum tahu betul bahwa dalam koperasi konsumen juga
berarti pemilik, dan mereka berhak berpartisipasi menyumbang saran demi
kemajuan koperasi miliknya serta berhak mengawasi kinerja pengurus. Keadaan
seperti ini tentu sangat rentan terhadap penyelewengan dana oleh pengurus,
karena tanpa partisipasi anggota tidak ada kontrol dari anggota nya sendiri
terhadap pengurus.
12. Meningkatkan Pendidikan Mengenai Koperasi
Manajemen koperasi yang belum profesional, ini banyak
terjadi di koperasi koperasi yang anggota dan pengurusnya memiliki tingkat
pendidikan yang rendah. contohnya banyak terjadi pada KUD yang nota bene di
daerah terpencil. Banyak sekali KUD yang bangkrut karena manajemenya kurang
profesional baik itu dalam sistem kelola usahanya, dari segi sumberdaya
manusianya maupun finansialnya. Banyak terjadi KUD yang hanya menjadi tempat
bagi pengurusnya yang korupsi akan dana bantuan dari pemerintah yang banyak
mengucur. Karena hal itu, maka KUD banyak dinilai negatif dan disingkat Ketua
Untung Duluan.
13. Meningkatkan Peran Pemerintah
Pemerintah terlalu memanjakan koperasi, ini juga
menjadi alasan kuat mengapa koperasi Indonesia tidak maju maju. Koperasi banyak
dibantu pemerintah lewat dana dana segar tanpa ada pengawasan terhadap bantuan
tersebut. Sifat bantuanya pun tidak wajib dikembalikan. Tentu saja ini menjadi
bantuan yang tidak mendidik, koperasi menjadi ”manja” dan tidak mandiri hanya
menunggu bantuan selanjutnya dari pemerintah. Selain merugikan pemerintah
bantuan seperti ini pula akan menjadikan koperasi tidak bisa bersaing karena
terus terusan menjadi benalu negara. Seharusnya pemerintah mengucurkan bantuan
dengan sistem pengawasan nya yang baik, walaupun dananya bentuknya hibah yang
tidak perlu dikembalikan. Dengan demikian akan membantu koperasi menjadi lebih
profesional, mandiri dan mampu bersaing.
Sumber :